Ikan batang lae, atau jurung (Tor spp) mempunyai posisi penting di dalam kehidupan orang Pakpak Bharat, khususnya yang berdiam di sekitaran Kecamatan Tinada, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumut.
Di sana, ikan batang lae hampir tidak bisa digantikan saat tradisi me-"mere mangan orang tua" atau dibahasaindonesiakan, "memberi makan orang tua". "Acara adat ini sangatlah penting, sebentuk kasih sayang anak kepada orang tua kita.
Sejalan dengan itu, orang tua sangatlah senang jika anaknya berinisiatif me-mere mangan orang tua. Orang tua menantikan itu karena bagi mereka, itu adalah sebuah pertanda sayang dari anak mereka", terang Bang Rompi Solin kepada kami para penangkul.
Mendapatkan ikan batang lae tidak semudah dua dekade lalu. Kini ikan itu sudah mahal. Penduduk yang ingin mendirikan mere mangan orang tua membelinya Rp 400 ribu per setengah kilo, salai.
"Mendoakan orang tua sangatlah menyenangkan. 'Asa pedas dagingnya' (biar sehat badannya). Kami melakukan ritual ini di pagi hari. Maknanya, semoga rezeki orang tua datang seperti pastinya matahari terbit pada pagi hari", tambahnya.
Ikan batang lae biasanya disajikan berukuran setengah kilo ke atas. Semakin besar ikannya semakin baik. Memberi ikan kecil justru dapat mengecilkan hati orang tua.
"Tapi 10 tahun belakangan, sudah marak ikan batang lae digantikan ikan mas. Itu karena batang lae yang cukup ukuran sudah payah diperoleh", tambah pria 32 tahun itu.
Sebagaimana umum diketahui, ikan mas adalah ikan impor alias bukan ikan asli negeri merah putih. Pergeseran tradisi telah berjalan seirama perubahan-perubahan ketersediaan alam. Alam berubah, tradisi pun berubah. ---- Mari menangkul!
Tulisan ini dipublikasikan akun facebook, Akhmad Junaedi Siregar, 23 Juli 2020. Tulisan ini diunggah sesuai aslinya.
Di sana, ikan batang lae hampir tidak bisa digantikan saat tradisi me-"mere mangan orang tua" atau dibahasaindonesiakan, "memberi makan orang tua". "Acara adat ini sangatlah penting, sebentuk kasih sayang anak kepada orang tua kita.
Sejalan dengan itu, orang tua sangatlah senang jika anaknya berinisiatif me-mere mangan orang tua. Orang tua menantikan itu karena bagi mereka, itu adalah sebuah pertanda sayang dari anak mereka", terang Bang Rompi Solin kepada kami para penangkul.
Mendapatkan ikan batang lae tidak semudah dua dekade lalu. Kini ikan itu sudah mahal. Penduduk yang ingin mendirikan mere mangan orang tua membelinya Rp 400 ribu per setengah kilo, salai.
"Mendoakan orang tua sangatlah menyenangkan. 'Asa pedas dagingnya' (biar sehat badannya). Kami melakukan ritual ini di pagi hari. Maknanya, semoga rezeki orang tua datang seperti pastinya matahari terbit pada pagi hari", tambahnya.
Ikan batang lae biasanya disajikan berukuran setengah kilo ke atas. Semakin besar ikannya semakin baik. Memberi ikan kecil justru dapat mengecilkan hati orang tua.
"Tapi 10 tahun belakangan, sudah marak ikan batang lae digantikan ikan mas. Itu karena batang lae yang cukup ukuran sudah payah diperoleh", tambah pria 32 tahun itu.
Sebagaimana umum diketahui, ikan mas adalah ikan impor alias bukan ikan asli negeri merah putih. Pergeseran tradisi telah berjalan seirama perubahan-perubahan ketersediaan alam. Alam berubah, tradisi pun berubah. ---- Mari menangkul!
Tulisan ini dipublikasikan akun facebook, Akhmad Junaedi Siregar, 23 Juli 2020. Tulisan ini diunggah sesuai aslinya.